Sejarah SD ST. Theresia Marsudirini 77
Pelayanan misi OSF di kota dingin Salatiga dimulai pada tahun 1928. Dikota berpanorama indah ini keempat suster kita yaitu, Sr. Didima Oprensen, Sr. Bonasa Peter, Sr. Jovina Wuben dan Sr. Edigna Scherpers melayani anak – anak yatim piatu yang masih kecil dan lemah. Mereka tinggal disebuah villa kecil, nama villanya Vincentia. Para suster juga membuka Frobel pada tanggal 1 agustus 1928.
Kehadiran para suster telah menarik perhatian Pater Superior S. van Kalken, SJ yang sedang mempunyai rencana mendirikan sebuah Eur. Lag. School. Pater Superior S. van Kalkel, SJ menyampaikan permohonan kepada Sr. Hermanda van Wensen – pimpinan misi pada saat itu. Kemudian rencana Pater Superior S. van Kalken, SJ untuk memdiriksan Eur. Lag. School disetujui oleh Sr. Hermanda van Wensen dan juga oleh Mgr. A.P.F. van Velsen.
Untuk mewujudkan karya pelayanan baru Sr. Hortans berusaha untuk mencari rumah dan pekarangan. Banyak sekali tawaran yang datang tetapi sering dengan harga yang ditinggikan, karena mereka tahu yang akan membeli adalah suster. Para suster berdoa dan mohon bantuan St. Fransiskus Xaverius agar usaha mereka berhasil. Akhirnya dipilih rumah seorang janda yang letaknya empat menit perjalanan kaki dari gereja. Rumahnya bagus dengan pelataran yang luas dan banyak pohon buah – buahan. Hanya dibutuhkan sedikit perubahan. Tampaknya sangat cocok untuk biara dan rumah, kemudian rumah dan pekarangan itu dibayar 40.000 golden. Tuan R. Kleiverda membantu para suster untuk mengatur kembali rumah itu agar dapat menjadi rumah tinggal dan sekolah. Pada tanggal 20 Mei 1933 terbentuk komunitas baru Salatiga dan pemberkatan dilakukan pada tanggal 14 Juni 1933 yang dipimpin oleh Pater Nolthenius dibantu oleh Pater J. Hoevenaars dan Pater Hellings dari Girisonta. Nama pelindung biara St. Fransiskus Xaverius. Pada tanggal 1 Juli 1933 sekolah dibuka dengan 67 siswa untuk Lagere School dan 14 siswa untuk Frobel. Minggu berikutnya jumlahnya meningkat menjadi 80 siswa SD yang terbagi atas 5 kelas dan 17 murid Frobelschool. Pastor juga mengusulkan untuk membentuk kelompok kerajinan tangan bagi gadis – gadis yang berumur 16 -18 tahun. Maka pada tanggal 1 Agustus 1935 dibukalah kelas I volkschool dan kelas I vervolgshool, Theresia. Sekolah ini menempati rumah yang sangat bagus dan memilliki pekarangan yang sangat luas yang disewa dengan harga 17.50 gulden setiap bulannya. Karena setiap bulan biaya sewa naik terus, sehingga sekolah dipindahkan di Jalan Tuntang ( Sekarang Jalan Diponegoro ) ke sebuah rumah dari kayu yang harga sewaan agak murah. Dengan usaha peningkatan mutu yang terus menerus akhirnya Volkshool mendapatkan subsidi dari pemerintah pada tanggal 1 Juli 1941.
Pada masa pendudukan Jepang semua sekolah harus ditutup sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Para suster menerima 40 anak yatim piatu dari Gedangan yang terpaksa di ungsikan ke Salatiga, karenan gedung yatim piatu di Semarang diminta oleh Jepang. Beberapa bulan kemudian baru mereka pindah ke rumah Dr. Cohen karena villa Vicentia dipakai untuk kemp orang –orang Indo. Sr. Hermine van Will, Sr. Blandina van Ouwerkerk dan Sr. Veronika Schraag di masukkan tawanan pada tahun 1943. Suster – suster yang lainya diusir dari villa Vincentia. Mereka mengungsi ke gedung sekolah di Jl. Margosari. Para suster selalu dicurigai baik oleh pemerintah Jepang maupun oleh pemerintah Indonesia. Karena itu Romo Paroki menyarankan agar biara St. Fransiskus Xaverius dibubarkan sampai bulan Maret 1947. Pada tanggal 4 Maret 1948 datang berita bahwa sebuah Sekolah untuk Pendidikan Guru rakyat, OVVO ( Opleidingshool Voor Volksonder – wijzeressen ) boleh dibuka. Tempatnya di Jalan Tuntang. Sebagian kelas menempati biara di Jalan Margosari. Anak – anak yatim piatu dipindahkan kembali ke Gedangan, Semarang, karena tempatnya akan dipakai untuk OVVO. Jumlah murid OVVO ada 32 orang yang semua di asramakan. Sr. Francine van Dongen meneruskan karya kesukaannya yakni mendidik gadis – gadis pribumi dengan menangani sekolah OVVO. OVVO dibuka secara resmi pada tanggal 1 April 1948. Pernah direncanakan untuk memindahkan OVVO dan beberapa suster ke Ambarawa. Tetapi kantor inspeksi Semarang tidak menyetujui perpindahan ini. Meskipun ketegangan politik memuncak, OVVO berjalan sampai tahun 1951.
Kemajuan di bidang pendidikan terus meningkat . Sejak tanggal 4 Januari 1952 SMP Kanisius bagian putri yang terletak di biara lama, biara Magdalena, diserahkan kepada OSF. Demi misi, karya ini ditangani dengan baik meskipun biaya penyelengaraannya sungguh berat. Gedung – gedung dibangun dan diperbaiki. Biara Jalan Tuntang diperbesar dengan 17 kamar tidur, termasuk kamar untuk suster – suster yang akan berlibur di Salatiga. SD Theresia yang diperuntukkan untuk anak – anak putri Indonesia juga di bangun. Pemberkatan dilakukan pada tanggal 30 Desember 1954. Pendidikan ini terus bertumbuh subur dengan hadirnya Sr. Bernadis Bosdriesz pada tanggal 30 Desember 1968. Suster ini dengan setia memperkenalkan sekolah-sekolah Katolik melalui doa lingkungan dan misa wilayah.
Perkembangan terus melaju, pendidikan SD Theresia terus menapaki sejarahnya hingga pada tanggal 2 Agustus 2015 SD Theresia memasuki usia ke 82 tahun. Tahun memasuki usia senja
Sekolah sudah memasuki usia senja, tetapi semangat dan perkembangan tetap menanggapi kebutuhan jaman ini.